LisLusTya
Entah berapa tahun yang
lalu, saat jalan bersamanya, aku sering sekali melihatnya melakukan
hal sepele yang kadang, mmm aku sama sekali nggak pernah kebayang.
Ya, hal sepele seperti saat kita jalan, lalu ada orang yang sedang
membawa barang dan barangnya jatuh, dengan senang hati dia membantu
memungutnya. Aku hanya terbengong-bengong.
“Bantu orang itu ya bantu aja, nggak usah kebanyakan
mikir ini itu. Kalo ada orang tabrakan dan kamu masi mikir untuk
nolong, orangnya keburu sekarat” ucapnya
“ Kok nggak kamu aja. Tapi aku mau sih nolongin”
jawabku agak bingung. Aku berusaha menetapkan hati mau nolong, sudah
siap melangkah dan tiba tiba orang lain datang dan duluan
menolongnya.
Tahun berlalu, dan sayang aku sudah tidak jalan
dengannya lagi Kita punya jalan sendiri sendiri, tapi sikapnya
terhadap hal sepele seakan mengikuti jalanku. Misi baru. Hahahha,
mungkin terlalu incompetent jika disebut misi. What he has
done touches me. Sekarang, saat berangkat atau pulang kerja naik bis,
aku selalu kasih tempat duduk ke orang yang lebih membutuhkan. Yup,
memberi bangku kepada orang lain kemudian menjadi hobiku. Tak jarang
di satu bis yang padat, banyak para orang tua berdiri, hanya aku yang
memberikan bangkuku, padahal banyak yang lebih muda dariku, dan
dengan nyamannya mereka cuek duduk dibangku.
“ Mbak, mbak, tolong
panggilin Ibu itu!”
“Bu, pakai kursi saya
saja!”
Aku memanggil mereka keras-keras ditengah padat dan
kebisingan suasana bis seraya diikuti tatapan tatapan semua orang.
Entah tatapan apa itu. Dalam hati aku hepi, semacam menebus hal hal
kecil dimasa lalu yang dulu ingin kulakukan tapi nggak pernah
kulalukan. Well, that feels good. Memberi itu menyenangkan J
Dia mengubahku. Dia mengubahku. He touches then inspires
me. Dia, pacarku yang dulu menemaniku jalan selama sembilan tahun.
Pengen nulis yang iseng. Pengen iseng-iseng nulis.
Akirnya kepikiran kata “touching”, “absurd”. Lucu juga jika nyeritain kisah hidup teman yang
bertemakan ketiga kata itu, tidak hanya kehidupan diri sendiri. Tapi
aku penulis yang gagal. Dari sekian teman yang dimintain jadi
narasumber, hanya satu yang ceritanya aku mengerti. Yea, teman
berinisial “R” yang ceritanya aku tulis diatas. Sisanya, mmm
cenderung bingung mau nyeritain apa, sisanya lagi nggak mau, sisanya
lagi katanya nanti kalo udah ada waktu tapi akirnya sampai sekarang
nggak ada cerita, sisanya nyeritain cerita absurd tapi banyakan
ketawanya daripada ceritanya. Sialnya aku tetep nggak mudeng wlp dia
udah cerita terbahak bahak versi emoticon. Maklum, nyari
narasumbernya by chatting hehehe… sisanya udah abis, sampe nggak
bersisa lagi #halah
Touching. Cerita “R”
selain touching juga inspiring. Great, thanks for sharing *emo peyuk*
Kalo aku, sebagai seorang perantau, touching itu ketika
aku berpisah dan bertemu kedua orang tua. Saat balik ke tempat kerja,
pamitan dan aku cium tangan beliau, saat mudik dari tempat kerja dan
bertemu beliau dirumah, lalu aku cium tangan beliau jugak. Saat
mencium itu moment yang paling touching. Semarah apapun, sesumpeg
apapun, secapek apapun karena semua hal (pelik) hidup, bisa jadi adem
dihati. That’s that. you may say that I lie, but that’s true. I
feel like in a big heaven...
Absurd? Aku gagal cari narasumber di tema absurd. Untuk
aku sendiri, pernah suatu hari Sabtu (22/2/2014), pada musim hujan,
mudik dari Jogja ke Solo. Hari Sabtu aku masih kerja sampai sore, dan
biasanya malas untuk makan siang karena sorenya akan makan masakan
Ibu. Tapi saking kelaperannya, saat dijemput Ibu pake motor, ujan
deres, pakai jas ujan, berenti di Pasar untuk beli “fried chicken”
yang harganya berkali kali lipat lebih murah dari fried chicken di
Fast food stall di Mall. Sepanjang perjalanan dari Pasar kerumah aku
makan dibalik jas ujan. Ngerikitin kayak tikus, hahhahaa…walaupun
sambil kecampur air ujan. Aku bahagia banget dibalik punggung Ibuku
waktu itu.
No comments:
Post a Comment