LisLusTya
Friday, Dec 13, 13 @Boarding House
Malem ini, abis merampungkan dua film Indonesia,
aku sengaja nggak pengen pindah ke film yang ketiga. Pengen nulis dan akhirnya
iseng minta kalimat ke beberapa temen. Sebenernya aku Cuma butuh 4 kalimat aja
si, pengennya dari dua temen cewek, dan dua temen cowok.
Setelah ber BBM an dengan beberapa temen, akirnya
kalimat pertama aku dapet dari temen yang namanya Dewi (@dewi27aqua). Temen
sanggar yang sebentar lagi mau pergi ke Damman. Kalimat dia adalah : Menelan
pahitnya butiran kesedihan. Omaigat, mungkin dia agak setengah tertekan kali ya
pas kepikiran kalimat ini. Atau memang selama hidupnya penuh tekanan? #plak
*ditampar*
Kalimat kedua aku dapet dari temen yang namanya
Dewi (@deequarrel) jugak. Dia temen yang
aku anggep sebagai kakak, bahkan sodara sendiri, bukan sodara orang lain. Entah
dia nganggep aku sebagai adek dan bahkan sodara sendiri juga apa tidak. Entahlah.
Kalimat dia adalah : sendiri bukan
akhir dunia. Hahhahahhahaha.....agak mirip mirip si tingkat kegalauannya sama
kalimat yang pertama. Galau maksimal pake
banget. Katanya beberapa hari ini kalimat itu yang berada dipikirannya. Beehhh,
*pukpuk dagunya*
Kalimat ketiga aku dapet dari Samuel. Hmmm, begini
deh kalimatnya : Kadang kau harus percaya dulu, kepercayaan padamu akan mengikuti.
Yang pasti kalimat ini sama persis dengan status BBM nya. Entah dia lagi suka
banget dengan kalimat itu, atau bisa jadi dia males mikir karena aku ganggu,
hahhahaa... tengkyuu kak bro.
Kalimat terakhir aku dapet dari Andi. Si temen
yang jago gitar ini kasi kalimat begini : Gerimispun masih menggebuk genteng.
Mungkin karena dia pemusik, sering maen gitar dengan cara digebug-gebug jadinya
air ujan pun ikutan
menggebug genteng. #halah
*mikir*
*minum aquwa gelas 3 gelas*
Akhirnya setelah minum minum sambil mikir, mikir
mikir sambil minum
punya ide juga untuk menggabungkan 4 kalimat itu jadi satu cerita. Kira-kira
begini :
Empat puluh. Akhir-akhir ini aku akrab sekali
dengan angka empat puluh. Tiap pagi, saat buka mata, saat hidup dimulai, angka
40 lah yang aku temukan. Suka nggak suka. Nggak suka karena itu awal mula aku
tergesa-gesa. Suka karena aku masih punya waktu 20 menit untuk tergesa-gesa.
Well, 40 hanyalah angka biasa saja jika tidak
diberi embel-embel angka 7 didepannya. Ya, 7.40. begitulah akhir-akhir ini aku sering memulai hari, harus kerja
tepat jam 8.00 dan baru bangun jam 7.40.
Life style berubah. Habbit berubah. Tempat tinggal
berubah. Semuanya berubah setelah aku tidak
lagi dengannya. Kadang kau harus percaya dulu, kepercayaan padamu
akan mengikuti. Mungkin iya, tapi rasa percaya ini mendadak hilang total. Entah
karena jarak yang masih setia berada diantara aku dan dia, atau karena
kepercayaan itu sudah berpindah ke orang lain.
Aku membuka file-file fotoku bersama dia. Hujan besar nampaknya sudah mulai berenti, gerimispun
masih menggebuk genteng tadi malem saat aku kembali bermain dengan memori.
Folder satu persatu kubuka. Aku hampir bisa mengingat semua lokasi dimana foto
itu diambil. Susah. Sulit untuk sekejap bisa melupakannya. Move on kata
orang-orang mainstream bilang. Tapi terlalu mudah move on juga tidak bagus
menurutku. Kita bisa hidup sekarang karena adanya masa lalu. Kenapa harus
dilupakan?
Dari sekian banyak foto, aku berhenti pada satu
foto yang waktu itu diambil di deket kosnya, didepan sebuah showroom. Showroom
itu masih sepi. Pintu gerbangnya masih tertutup tapi tidak dikunci. Tempatnya
unik. Kita harus melewati tangga dari kayu dulu sebelum menemukan pintu masuk.
Tangga yang bisa dijadikan tempat duduk, seperti saat kita nonton suatu
pertandingan. Didepan showroom ada taman yang luas. Ada batu batu besar
berwarna hitam yang bisa juga digunakan sebagai tempat duduk. Aku dan dia
berfoto-foto bergantian. Duduk ditangga. Duduk di bebatuan. Duduk direrumputan
taman. Menemukan tempat itu semacam menemukan surga. Aku dan dia jadi sering
kembali kesitu. Membawa buku bacaan. Membawa cemilan. Membawa laptop untuk
nonton film bareng. Ngobrol, bercanda, ketawa.
Aku dan dia penggila film. Pencinta buku. Penikmat musik. Anehnya, showroom itu
selalu sepi, pagarnya tertutup tapi tidak terkunci. Jadi bisa dengan mudah
masuk kedalam. “How lucky we’re. God has prepared a heaven for us” ucapnya
karena ngerasa kalo tempat itu diciptain memang untuk kami berdua, hahahhaa...
Tempat itu kemudian kita sebut sebagai “incredible
place”. Walaupun kosnya deket dengan rumahku, tapi kita sengaja ke incredible
place untuk ketemu. Berbagi tawa-tawa kecil disana, bercerita penat seharian di tempat kerja, bertukar buku,
menonton film baru, menyanyi lagu-lagu bareng yang lagi hits, tiduran dirumput,
bahkan merayakan tahun baru. Oh ya, just realized, aku dan dia pernah merayakan tahun baru tiga kali di
incredible place. Simple but impressing.
Aku bener-bener sudah menutup semua
folder. Sebentar lagi sudah tahun baru lagi. Sudah tiga
tahun dia pergi meninggalkan Indonesia dan kembali ke negaranya. Saling percaya?
Harus Percaya? Awalnya iya. Sebelum berpisah we totally did trust each other,
lalu jarak yang panjang dan lama menggoda kita. Aku mematikan laptop. Seperti menelan pahitnya
butiran kesedihan. Move on? Kata apa lagi itu? Semuanya masih jelas terbayang.
Sama sekali tidak ada yang terlupa walaupun aku tidak menghafalnya. Dimana dia?
Apa kabar dia? Will he come back to the incredible place someday? Does he have
a new incredible place? Sebentar lagi tahun baru, kebersamaan bersama dia
random bermunculan dipikiran.
Tahun baru? Sendirian? Ah sendiri bukan akhir dunia.
Pagi ini aku bangun jam 07.40 lagi. Hari dimulai
dengan sisa-sisa ingatan tadi malam. Dan aku masi punya 20 menit lagi untuk
mandi, ganti baju, perjalanan ke kantor. Beginiah aku akan hidup tanpa dia. Entah
sampe kapan. Mungkin sampe aku bertemu dia lagi. Atau dia dia yang lain.
Hehehehhe..thank u teman teman who have given me
your best statement. Besok-besok aku minta kalimat lagi yaa... May God bless
you J
No comments:
Post a Comment