tweeter : @lislustya // facebook : Rahayu Sulistyawati // Skype : tya.dekorasia

Saturday, December 14, 2013

4 Kalimat Dari Teman

LisLusTya


Friday, Dec 13, 13 @Boarding House
Malem ini, abis merampungkan dua film Indonesia, aku sengaja nggak pengen pindah ke film yang ketiga. Pengen nulis dan akhirnya iseng minta kalimat ke beberapa temen. Sebenernya aku Cuma butuh 4 kalimat aja si, pengennya dari dua temen cewek, dan dua temen cowok.
Setelah ber BBM an dengan beberapa temen, akirnya kalimat pertama aku dapet dari temen yang namanya Dewi (@dewi27aqua). Temen sanggar yang sebentar lagi mau pergi ke Damman. Kalimat dia adalah : Menelan pahitnya butiran kesedihan. Omaigat, mungkin dia agak setengah tertekan kali ya pas kepikiran kalimat ini. Atau memang selama hidupnya penuh tekanan? #plak *ditampar*
Kalimat kedua aku dapet dari temen yang namanya Dewi (@deequarrel) jugak. Dia temen yang aku anggep sebagai kakak, bahkan sodara sendiri, bukan sodara orang lain. Entah dia nganggep aku sebagai adek dan bahkan sodara sendiri juga apa tidak. Entahlah. Kalimat dia adalah : sendiri bukan akhir dunia. Hahhahahhahaha.....agak mirip mirip si tingkat kegalauannya sama kalimat yang pertama. Galau maksimal pake banget. Katanya beberapa hari ini kalimat itu yang berada dipikirannya. Beehhh, *pukpuk dagunya*
Kalimat ketiga aku dapet dari Samuel. Hmmm, begini deh kalimatnya : Kadang kau harus percaya dulu, kepercayaan padamu akan mengikuti. Yang pasti kalimat ini sama persis dengan status BBM nya. Entah dia lagi suka banget dengan kalimat itu, atau bisa jadi dia males mikir karena aku ganggu, hahhahaa... tengkyuu kak bro.
Kalimat terakhir aku dapet dari Andi. Si temen yang jago gitar ini kasi kalimat begini : Gerimispun masih menggebuk genteng. Mungkin karena dia pemusik, sering maen gitar dengan cara digebug-gebug jadinya air ujan pun ikutan menggebug genteng. #halah
*mikir*
*minum aquwa gelas 3 gelas*
Akhirnya setelah minum minum sambil mikir, mikir mikir sambil minum punya ide juga untuk menggabungkan 4 kalimat itu jadi satu cerita. Kira-kira begini :
Empat puluh. Akhir-akhir ini aku akrab sekali dengan angka empat puluh. Tiap pagi, saat buka mata, saat hidup dimulai, angka 40 lah yang aku temukan. Suka nggak suka. Nggak suka karena itu awal mula aku tergesa-gesa. Suka karena aku masih punya waktu 20 menit untuk tergesa-gesa.
Well, 40 hanyalah angka biasa saja jika tidak diberi embel-embel angka 7 didepannya. Ya, 7.40.  begitulah akhir-akhir ini aku sering memulai hari, harus kerja tepat jam 8.00 dan baru bangun jam 7.40.
Life style berubah. Habbit berubah. Tempat tinggal berubah. Semuanya berubah setelah aku tidak lagi dengannya. Kadang kau harus percaya dulu, kepercayaan padamu akan mengikuti. Mungkin iya, tapi rasa percaya ini mendadak hilang total. Entah karena jarak yang masih setia berada diantara aku dan dia, atau karena kepercayaan itu sudah berpindah ke orang lain.
Aku membuka file-file fotoku bersama dia. Hujan besar nampaknya sudah mulai berenti, gerimispun masih menggebuk genteng tadi malem saat aku kembali bermain dengan memori. Folder satu persatu kubuka. Aku hampir bisa mengingat semua lokasi dimana foto itu diambil. Susah. Sulit untuk sekejap bisa melupakannya. Move on kata orang-orang mainstream bilang. Tapi terlalu mudah move on juga tidak bagus menurutku. Kita bisa hidup sekarang karena adanya masa lalu. Kenapa harus dilupakan?
Dari sekian banyak foto, aku berhenti pada satu foto yang waktu itu diambil di deket kosnya, didepan sebuah showroom. Showroom itu masih sepi. Pintu gerbangnya masih tertutup tapi tidak dikunci. Tempatnya unik. Kita harus melewati tangga dari kayu dulu sebelum menemukan pintu masuk. Tangga yang bisa dijadikan tempat duduk, seperti saat kita nonton suatu pertandingan. Didepan showroom ada taman yang luas. Ada batu batu besar berwarna hitam yang bisa juga digunakan sebagai tempat duduk. Aku dan dia berfoto-foto bergantian. Duduk ditangga. Duduk di bebatuan. Duduk direrumputan taman. Menemukan tempat itu semacam menemukan surga. Aku dan dia jadi sering kembali kesitu. Membawa buku bacaan. Membawa cemilan. Membawa laptop untuk nonton film bareng. Ngobrol, bercanda, ketawa. Aku dan dia penggila film. Pencinta buku. Penikmat musik. Anehnya, showroom itu selalu sepi, pagarnya tertutup tapi tidak terkunci. Jadi bisa dengan mudah masuk kedalam. “How lucky we’re. God has prepared a heaven for us” ucapnya karena ngerasa kalo tempat itu diciptain memang untuk kami berdua, hahahhaa...
Tempat itu kemudian kita sebut sebagai “incredible place”. Walaupun kosnya deket dengan rumahku, tapi kita sengaja ke incredible place untuk ketemu. Berbagi tawa-tawa kecil disana, bercerita penat seharian di tempat kerja, bertukar buku, menonton film baru, menyanyi lagu-lagu bareng yang lagi hits, tiduran dirumput, bahkan merayakan tahun baru. Oh ya, just realized, aku dan dia pernah merayakan tahun baru tiga kali di incredible place. Simple but impressing.
Aku bener-bener sudah menutup semua folder. Sebentar lagi sudah tahun baru lagi. Sudah tiga tahun dia pergi meninggalkan Indonesia dan kembali ke negaranya. Saling percaya? Harus Percaya? Awalnya iya. Sebelum berpisah we totally did trust each other, lalu jarak yang panjang dan lama menggoda kita. Aku mematikan laptop. Seperti menelan pahitnya butiran kesedihan. Move on? Kata apa lagi itu? Semuanya masih jelas terbayang. Sama sekali tidak ada yang terlupa walaupun aku tidak menghafalnya. Dimana dia? Apa kabar dia? Will he come back to the incredible place someday? Does he have a new incredible place? Sebentar lagi tahun baru, kebersamaan bersama dia random bermunculan dipikiran. Tahun baru? Sendirian? Ah sendiri bukan akhir dunia.
Pagi ini aku bangun jam 07.40 lagi. Hari dimulai dengan sisa-sisa ingatan tadi malam. Dan aku masi punya 20 menit lagi untuk mandi, ganti baju, perjalanan ke kantor. Beginiah aku akan hidup tanpa dia. Entah sampe kapan. Mungkin sampe aku bertemu dia lagi. Atau dia dia yang lain.


Hehehehhe..thank u teman teman who have given me your best statement. Besok-besok aku minta kalimat lagi yaa... May God bless you J