tweeter : @lislustya // facebook : Rahayu Sulistyawati // Skype : tya.dekorasia

Friday, March 22, 2013

Dari Awal Kita Udah Tau Ujungnya



 Kenapa masih tak bisa merelakan nya...hmmm”, tulisku distatus facebook beberapa menit yang lalu.
Kulihat di notification sudah ada beberapa temen yang kasi comment. Sayangnya saat ini aku sedang nggak pengen bales comment-comment mereka.

Mata, hati dan pikiranku berkompromi membentuk garis lurus dan berjalan maju menuju kearah sosoknya. Hufff….bulan ini genap setengah tahun aku nggak ketemu dengannya lagi. Ya, tepatnya bulan Juni kemarin terakhir aku ketemu dia sebelum dia kembali ke kota hujan.

Dia memang bukan orang yang “wah”, tapi jika aku sedang bersamanya, aku merasa ada sebuah cermin besar diantara kita. Saat aku memandang ke cermin itu, bukan wajah dan seluruh tubuhkulah  yang terlihat, tapi sosoknya yang tegaplah yang muncul.

Dia memang sering terlihat dingin, tapi aku tau persis dia tidak sedingin kelihatannya. Malah dia sangat perhatian, tanggung jawab, penyabar dan kreatif. Dia sangat sayang sama mamanya walaupun mereka sudah berada di dunia yang berbeda sekarang.

Sama sepertiku, walaupun aku cuek tapi sebenernya aku peduli dengan semua yang ada disekitarku, terutama keluarga dan teman-temanku. Aku merasa aku dan dia adalah satu. Kita sama-sama berzodiak Capricorn. Bedanya hanya aku seorang cewek, dan dia cowok. Hari ulang tahun kitapun hanya selisih dua hari. Aku tanggal 11 Januari sedangkan dia tanggal 13 Januari. Selebihnya sifat kita hampir sama. Kita sama-sama lima bersaudara, dan sama-sama anak terakhir. Tentu ini menurut cara pandangku, karena hanya aku yang bisa merasakannya. Dan aku sedang TIDAK MAU peduli dengan bagaimana cara pandangmu.
Berawal dari sebuah keisengan disiang hari yang panas. Aku berjalan tanpa tujuan yang pasti, yaitu menghilangkan badmood. Akirnya sampe lah aku di HIK 24 Jam. Ini memang bukan pertama kalinya aku lewat di jalan ini, tapi inilah kali pertama aku mampir ke Hik ini.
“Mas, Lemon tea anget satu” ucapku setengah berteriak ke yang empunya warung yang berdiri agak jauh dari tempatku mengistirahatkan pantat. Agak aneh mungkin minum Lemon tea anget disiang hari. Tapi tak apalah, karena itu minuman favoritku, dan aku sedang tidak begitu haus sekarang.
Mmmm…tempat ini lumayan asyik. Sederhana tapi nyaman. Cocok untuk sekedar tempat melepas lelah bila sedang bepergian jauh dan tak sengaja lewat sini. Aku mengamati setiap sudut warung sambil menunggu minuman dateng. Sampai kemudian mataku berhenti disatu titik, disepasang dua mata yang mmmmm,,,sejuk banget menurutku. Kita sama-sama nggak sengaja saling pandang, sampai akirnya kita sengaja tersenyum bareng. Kulihat dia dateng sama temennya, seorang cowok jugak.

“Aku Adit, dan ini temenku Piyus” ucapnya saat dia dan temannya berpindah tempat duduk, dan sekarang mereka berdua persis dihadapanku.
“Nin” ucapku sambil bales jabatan mereka bergantian.
Ngobrol lah kita kesana kemari bak penjual kacang goreng keliling sampai akirnya hari udah sore dan aku musti pulang.
Kita sempet bertukar ID YM dan juga nomor HP. Waktu itu facebook, twitter, line, bbm belum se-booming sekarang. Ya, lumayan sukseslah untuk menghilangkan badmood siang ini.
Malemnya aku online dan add YM Adit. Ternyata dia udah nongkrong duluan disana. Perkenalan kita berlanjut. Di YM, di SMS, di telepon, di Hik dan begitulah seterusnya sampai kemudian timbul perasaan yang,,,mmmm,,,u exactly know that guys…ya…sayang. Kita saling perhatian.
 “Ini temenku, Ma”
Ucapku ke Mama setiap dia dateng kerumah. Aku nggak mungkin terus terang dia pacarku walaupun sebenernya kita saling mencintai. Dia bukan kriteria pendamping yang diharapkan oleh ortuku. Begitupun juga kakaknya dia. Tidak setuju bila dia menjalin hubungan denganku. Sejak ortunya meninggal dia tinggal dengan kakak-kakaknya.
Walaupun aku lebih tua 3 tahun dari dia, tapi aku sangat nyaman dengannya. Dan terbukti umur bukan lah sebuah masalah yang berat buat kita. Malah keluarga dan keyakinan lah yang kurang memberikan lampu hijau dengan hubungan yang sedang kita jalani ini.
“Silakan dimakan soupnya”
Aku selalu menyiapkan soup favoritnya setiap dia maen kerumah. Aku tau dia bukan tipe orang yang suka makan diluar. Setiap kita ketemu, kita memang sepakat untuk tidak membahas masalah keluarga dan keyakinan. Yang penting kita saling menyayangi dan menghargai satu sama lain.
Topik kartun kesayangannya, doraemon or lagu-lagu baru lebih asyik ketimbang ngobrolin hal yang nggak akan pernah ada ujungnya (keluarga & keyakinan).
“Pekerjaan kakakku udah selese disini, dan besok aku musti balik ke bogor” ucapnya setelah menyuruhku untuk dateng ke “tempat persembunyiannya”. Tempat ini rumah kakak dia yang udah nggak ditempati. Dan sudah menjadi favorit kita berdua untuk ketemu melepas kangen, karena mustahil aku kerumah yang dia tempati sekarang dan ketemu kedua kakaknya yang sama sekali nggak setuju adiknya berhubungan denganku.

Aku tau, bukan hanya masalah itu saja yang harus membuat dia balik ke Bogor, tapi karena dia tidak ingin menyakitiku. Dia tidak ingin hubungan ini berlarut-larut karena kita emang udah tau nggak bakal bisa satu. Aku tau walopun dia nggak mengatakannya.
Perkenalan dan pertemuanku dengan Didot (panggilan sayangku ke Adit) memang belum lama. Tapi munafik kalo hati ini nggak merasa kehilangan. Akirnya sempurnalah hubungan kita, setelah keluarga dan keyakinan tidak mendukung, sekarang ditambah jarak yang memisahkan kita.
Semenjak kepergiannya, aku memulai skenario baru. Mengulang dari awal lembaran-lembaran putih kosong yang harus aku isi tanpa dia. Tapi pikiran ini tak pernah bisa kompromi untuk melupakannya. Selalu keinget senyum manisnya. Style dia yang cuek banget. Suka pake topi dan jumper kemana-mana.
“Nin, ada lowongan jadi detailer di Bogor. Kalo berminat mas bisa bantu”. SMS dari suami mbakku yang kuterima sore tadi.
Tanpa pikir panjang aku langsung terima tawaran itu. Bukan karena gajinya yang besar, tapi karena kerjaan itu di Bogor. Bogor memang bukan kota kecil, tapi kalo Tuhan mengijinkan siapa tau aku bisa ketemu dengannya lagi.
Sebenernya apa sih yang aku harapkan? Selamanya juga nggak bakal bisa bersama. Dia yang keturunan Arab pasti menginginkan pendamping yang seiman dengannya, begitu juga aku, aku menginginkan pendamping yang seiman denganku. Yang bisa berdoa ke gereja bersama. Dari awal kita udah sama-sama tau ujungnya.
Akirnya aku dapet pekerjaan itu.pekerjaan yang belum pernah aku bayangin sebelumnya. Ya, jadi detailer. Harus menjalin kerjasama dengan dokter, RS, klinik, atau apotik dan juga memberikan penjelasan mengenai produk yang dijual tidaklah semudah tidur disaat kita kecapekan. Perlu trick, kepekaan, dan pandai membeli “sesuatu” yang musti dikasikan ke dokter agar mereka mau membeli.
“Saya belikan TV ya dok ruangannya?”
“TV buat apa, sekarang aja udah ada dua” sahut dokter di depanku acuh.
“Kalo gitu liburan ke Bali ya dok, sekeluarga?”
“Setiap bulan saja saya dan keluarga liburan ke luar negeri”
Eeeeeer….pengen aku makan hidup-hidup ini dokter.
“Bau apa ini, kelihatannya enak?”
“Oo..ini martabak dok, tadi pas kesini lewat terus mampir sebentar beli satu”. Jawabku sambil mengeluarkan sekotak martabak dari tas.
“Sini, buat saya saja. Nanti kamu beli lagi. Terus tulis saja obatnya yang dijual. Nanti saya beli semuanya!”
“Siap dok, besok saya belikan martabak lagi”.
Dokter gemblung, dikasi TV or liburan ke Bali nggak mau, martabak sekotak yang harganya cuman Rp.12.000,-, yang rencananya akan kumakan sendiri malah seneng. Mmmm…is it a weird or lucky day guys?
Setahun sudah ku jalani kerjaan sebagai detailer. Pulang tengah malam, bahkan hampir pagi sudahlah biasa. Semuanya menyita banyak waktuku dan bahkan membuatku lupa tujuanku dateng ke bogor ini.
Kucoba SMS Didot dan menanyakan kabar. Dan guys, you know what? Rumah dia tidak jauh dari rumah mbakku yang aku tempati ini. Aku melihat jalan Tuhan disini. Hidupku kembali cerah. Semangatku bertambah. Seolah aku menemukan sepotong roti saat aku disekap di sebuah gudang dan tidak makan berhari-hari. (berlebihan? Ya sudah lah..hahaha…that’s I feel).
Pun dia mengalami hal yang sama. Kita banyak bercerita karena kita udah lama nggak ketemu. Aku jadi makin betah tinggal di Bogor. Walaupun aku tau, dan aku nggak akan lupa, kita udah tau ujungnya, kita nggak bakal bisa bersama. Masih sama seperti dulu, kita nggak pernah ngobrolin “itu” saat kita ketemu.
Dua tahun berlalu.
Tiga tahun berlalu.
Tahun keempat. Ternyata banyak cewek yang suka dia. Dan dua-duanya lebih cantik dari aku. Cewek yang satu bahkan mengaku hamil agar bisa menikah dengan dia. Oh gosh
“Sekarang kamu pilih aku atau dia?” ucapku agak emosi karena seharian ini aku dilabrak sama dua cewek. Cewek-cewek itu nggak terima karena katanya aku merebut pacar mereka.
“Kamu Nin” ucapnya tegas sambil banting HP itu cewek.
Ya, kekuatan cinta. Apapun bisa dilakukan. Dan dia melakukan itu, didepanku, untukku.
Tahun keempat ini sepertinya tahun tersulit buatku. Setelah “bermasalah” dengan dua cewek yang nggak aku kenal, pekerjaanku juga tak mau kalah untuk ikut andil. Sempat berseteru dengan atasanku sampai akirnya aku memutuskan untuk keluar dan pulang ke Solo.
Kehilangan pekerjaan dan lagi, berpisah dengannya.

Hidupku agak berantakan lagi sampai kemudian aku jatuh sakit. Tapi aku seneng dia selalu nemenin aku tiap malam saat aku nggak bisa tidur walaupun hanya lewat YM.
Dua tahun nggak ketemu. Sampai 7 bulan yang lalu dia memutuskan untuk ke Solo, kembali membantu usaha kakaknya untuk membuka warnet dan rental computer. Senang, tapi aku tak mau berharap banyak. Takut dan takut kehilangan lagi.
Masalah yang mampir tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Mulai dari banyak cewek yang suka sama dia, sampai masalah kakaknya yang over protective melarang aku bertemu dengannya.
Pengalaman membuatku tersenyum melihat semuanya, walaupun hatiku sebenernya sakit banget. Cuman sebulan dia di Solo. Dia bilang, dia nggak tahan sama kakaknya. Tentunya alasan pertama adalah biar hubungan kita tidak menjadi berlarut-larut lagi. Karena kita nggak akan pernah lupa ujungnya. Ujung hubungan ini. Kata temen-temennya dia selalu bawa gantungan kunci berinisial “N” kemana-mana. Aku sendiripun belum pernah liat malah.
Sekarang, hanya foto dia yang aku simpan. Foto setengah badan saat dia memamerkan senyum terbaiknya, memakai topi dengan gradasi warna Biru tua, biru muda kemudian putih, memakai T-shirt putih dan jumper warna biru tua. Juga sebuah kaset berisi lagu favoritnya, With You nya Chrish Brown yang udah entah berapa kali aku repeat malam ini, dikamarku ini.
Didot, I misyuu,,kau tak kan pernah terganti…

’Cause if I got you
I don’t need money
I don’t need cars
Girl you’re my all
And oh, I’m into you and
Girl no one else would do
With every kiss and every hug
You make me fall in love
And now I know I can’t be the only one
I bet there’s hearts all over the world tonight
With the love of their life who feel
What I feel when I’m with you, with you, with you, with you, with you… girl
With you, with you, with you, with you, with you… Oh girl

Hehhheee,,
Yay, finally. I made this story in a night only. My closed friend/ sister/buddy asked me to write her lil part of true life story. I tried to write as detail as she told me. After i felt OK, I sent to her. She read and said that this story could be published. She cried and felt satisfied when reading it. Akkhh, hopefully this doesn’t make you sad, but makes you remember that you have great stories in your life.
:D

No comments:

Post a Comment