“Kenapa masih tak bisa merelakan nya...hmmm”,
tulisku distatus facebook beberapa menit yang lalu.
Kulihat di
notification sudah ada beberapa temen yang kasi comment. Sayangnya saat ini aku
sedang nggak pengen bales comment-comment mereka.
Mata, hati
dan pikiranku berkompromi membentuk garis lurus dan berjalan maju menuju kearah
sosoknya. Hufff….bulan ini genap setengah tahun aku nggak ketemu dengannya
lagi. Ya, tepatnya bulan Juni kemarin terakhir aku ketemu dia sebelum dia
kembali ke kota hujan.
Dia memang
bukan orang yang “wah”, tapi jika aku sedang bersamanya, aku merasa ada sebuah
cermin besar diantara kita. Saat aku memandang ke cermin itu, bukan wajah dan
seluruh tubuhkulah yang terlihat, tapi sosoknya yang tegaplah yang
muncul.
Dia memang
sering terlihat dingin, tapi aku tau persis dia tidak sedingin kelihatannya.
Malah dia sangat perhatian, tanggung jawab, penyabar dan kreatif. Dia sangat
sayang sama mamanya walaupun mereka sudah berada di dunia yang berbeda sekarang.
Sama
sepertiku, walaupun aku cuek tapi sebenernya aku peduli dengan semua yang ada
disekitarku, terutama keluarga dan teman-temanku. Aku merasa aku dan dia adalah
satu. Kita sama-sama berzodiak Capricorn. Bedanya hanya aku seorang cewek, dan
dia cowok. Hari ulang tahun kitapun hanya selisih dua hari. Aku tanggal 11
Januari sedangkan dia tanggal 13 Januari. Selebihnya sifat kita hampir sama.
Kita sama-sama lima bersaudara, dan sama-sama anak terakhir. Tentu ini menurut
cara pandangku, karena hanya aku yang bisa merasakannya. Dan aku sedang TIDAK
MAU peduli dengan bagaimana cara pandangmu.
Berawal
dari sebuah keisengan disiang hari yang panas. Aku berjalan tanpa tujuan
yang pasti, yaitu menghilangkan badmood. Akirnya sampe lah aku di HIK
24 Jam. Ini memang bukan pertama kalinya aku lewat di jalan ini, tapi
inilah kali pertama aku mampir ke Hik ini.
“Mas,
Lemon tea anget satu” ucapku setengah berteriak ke yang empunya warung yang
berdiri agak jauh dari tempatku mengistirahatkan pantat. Agak aneh mungkin
minum Lemon tea anget disiang hari. Tapi tak apalah, karena itu minuman
favoritku, dan aku sedang tidak begitu haus sekarang.
Mmmm…tempat
ini lumayan asyik. Sederhana tapi nyaman. Cocok untuk sekedar tempat melepas
lelah bila sedang bepergian jauh dan tak sengaja lewat sini. Aku mengamati setiap sudut warung sambil menunggu
minuman dateng. Sampai kemudian mataku berhenti disatu titik, disepasang dua
mata yang mmmmm,,,sejuk banget menurutku. Kita sama-sama nggak sengaja saling
pandang, sampai akirnya kita sengaja tersenyum bareng. Kulihat dia dateng sama temennya, seorang cowok
jugak.
“Aku Adit,
dan ini temenku Piyus” ucapnya saat dia dan temannya berpindah tempat duduk,
dan sekarang mereka berdua persis dihadapanku.
“Nin”
ucapku sambil bales jabatan mereka bergantian.
Ngobrol
lah kita kesana kemari bak penjual kacang goreng keliling sampai akirnya hari
udah sore dan aku musti pulang.
Kita
sempet bertukar ID YM dan juga nomor HP. Waktu itu facebook, twitter, line, bbm belum se-booming sekarang. Ya, lumayan sukseslah untuk
menghilangkan badmood siang ini.
Malemnya
aku online dan add YM Adit. Ternyata dia udah nongkrong duluan disana.
Perkenalan kita berlanjut. Di YM, di SMS, di telepon, di Hik dan begitulah
seterusnya sampai kemudian timbul perasaan yang,,,mmmm,,,u exactly know that
guys…ya…sayang. Kita saling perhatian.
“Ini
temenku, Ma”
Ucapku ke
Mama setiap dia dateng kerumah. Aku nggak mungkin terus terang dia pacarku
walaupun sebenernya kita saling mencintai. Dia bukan kriteria pendamping yang
diharapkan oleh ortuku. Begitupun juga kakaknya dia. Tidak setuju bila dia
menjalin hubungan denganku. Sejak ortunya meninggal dia tinggal dengan
kakak-kakaknya.
Walaupun
aku lebih tua 3 tahun dari dia, tapi aku sangat nyaman dengannya. Dan terbukti
umur bukan lah sebuah masalah yang berat buat kita. Malah keluarga dan
keyakinan lah yang kurang memberikan lampu hijau dengan hubungan yang sedang
kita jalani ini.
“Silakan
dimakan soupnya”
Aku selalu
menyiapkan soup favoritnya setiap dia maen kerumah. Aku tau dia bukan tipe orang
yang suka makan diluar. Setiap kita ketemu, kita memang
sepakat untuk tidak membahas masalah keluarga dan keyakinan. Yang penting kita
saling menyayangi dan menghargai satu sama lain.
Topik
kartun kesayangannya, doraemon or lagu-lagu baru lebih asyik ketimbang
ngobrolin hal yang nggak akan pernah ada ujungnya (keluarga & keyakinan).
“Pekerjaan
kakakku udah selese disini, dan besok aku musti balik ke bogor” ucapnya setelah
menyuruhku untuk dateng ke “tempat persembunyiannya”. Tempat ini rumah kakak
dia yang udah nggak ditempati. Dan sudah menjadi favorit kita berdua untuk
ketemu melepas kangen, karena mustahil aku kerumah yang dia tempati sekarang
dan ketemu kedua kakaknya yang sama sekali nggak setuju adiknya berhubungan
denganku.
Aku tau,
bukan hanya masalah itu saja yang harus membuat dia balik ke Bogor, tapi karena
dia tidak ingin menyakitiku. Dia tidak ingin hubungan ini berlarut-larut karena
kita emang udah tau nggak bakal bisa satu. Aku tau walopun dia nggak
mengatakannya.
Perkenalan
dan pertemuanku dengan Didot (panggilan sayangku ke Adit) memang belum lama.
Tapi munafik kalo hati ini nggak merasa kehilangan. Akirnya sempurnalah hubungan kita, setelah keluarga
dan keyakinan tidak mendukung, sekarang ditambah jarak yang memisahkan kita.
Semenjak kepergiannya,
aku memulai skenario baru. Mengulang dari awal lembaran-lembaran putih kosong
yang harus aku isi tanpa dia. Tapi pikiran ini tak pernah bisa kompromi untuk
melupakannya. Selalu keinget senyum manisnya. Style dia yang cuek banget. Suka
pake topi dan jumper kemana-mana.
“Nin, ada
lowongan jadi detailer di Bogor. Kalo berminat mas bisa bantu”. SMS dari suami
mbakku yang kuterima sore tadi.
Tanpa
pikir panjang aku langsung terima tawaran itu. Bukan karena gajinya yang besar,
tapi karena kerjaan itu di Bogor. Bogor memang bukan kota kecil, tapi kalo
Tuhan mengijinkan siapa tau aku bisa ketemu dengannya lagi.
Sebenernya
apa sih yang aku harapkan? Selamanya juga nggak bakal bisa bersama. Dia yang
keturunan Arab pasti menginginkan pendamping yang seiman dengannya, begitu juga
aku, aku menginginkan pendamping yang seiman denganku. Yang bisa berdoa ke
gereja bersama. Dari awal kita udah sama-sama tau ujungnya.
Akirnya
aku dapet pekerjaan itu.pekerjaan yang belum pernah aku bayangin sebelumnya.
Ya, jadi detailer. Harus menjalin kerjasama dengan dokter, RS, klinik, atau
apotik dan juga memberikan penjelasan mengenai produk yang dijual tidaklah
semudah tidur disaat kita kecapekan. Perlu trick, kepekaan, dan pandai membeli
“sesuatu” yang musti dikasikan ke dokter agar mereka mau membeli.
“Saya
belikan TV ya dok ruangannya?”
“TV buat
apa, sekarang aja udah ada dua” sahut dokter di depanku acuh.
“Kalo gitu
liburan ke Bali ya dok, sekeluarga?”
“Setiap
bulan saja saya dan keluarga liburan ke luar negeri”
Eeeeeer….pengen
aku makan hidup-hidup ini dokter.
“Bau apa
ini, kelihatannya enak?”
“Oo..ini
martabak dok, tadi pas kesini lewat terus mampir sebentar beli satu”. Jawabku
sambil mengeluarkan sekotak martabak dari tas.
“Sini,
buat saya saja. Nanti kamu beli lagi. Terus tulis saja obatnya yang dijual.
Nanti saya beli semuanya!”
“Siap dok,
besok saya belikan martabak lagi”.
Dokter
gemblung, dikasi TV or liburan ke Bali nggak mau, martabak sekotak yang
harganya cuman Rp.12.000,-, yang rencananya akan kumakan sendiri malah seneng.
Mmmm…is it a weird or lucky day guys?
Setahun
sudah ku jalani kerjaan sebagai detailer. Pulang tengah malam, bahkan hampir
pagi sudahlah biasa. Semuanya menyita banyak waktuku dan bahkan membuatku lupa
tujuanku dateng ke bogor ini.
Kucoba SMS
Didot dan menanyakan kabar. Dan guys, you know what? Rumah dia tidak jauh dari
rumah mbakku yang aku tempati ini. Aku melihat jalan Tuhan disini. Hidupku
kembali cerah. Semangatku bertambah. Seolah aku menemukan sepotong roti saat
aku disekap di sebuah gudang dan tidak makan berhari-hari. (berlebihan? Ya
sudah lah..hahaha…that’s I feel).
Pun dia
mengalami hal yang sama. Kita banyak bercerita karena kita udah lama nggak
ketemu. Aku jadi makin betah tinggal di Bogor. Walaupun aku tau, dan aku nggak
akan lupa, kita udah tau ujungnya, kita nggak bakal bisa bersama. Masih sama
seperti dulu, kita nggak pernah ngobrolin “itu” saat kita ketemu.
Dua tahun
berlalu.
Tiga tahun
berlalu.
Tahun
keempat. Ternyata banyak cewek yang suka dia. Dan dua-duanya lebih cantik dari
aku. Cewek yang satu bahkan mengaku hamil agar bisa menikah dengan dia. Oh
gosh…
“Sekarang
kamu pilih aku atau dia?” ucapku agak emosi karena seharian ini aku dilabrak
sama dua cewek. Cewek-cewek itu nggak terima karena katanya aku merebut pacar
mereka.
“Kamu Nin”
ucapnya tegas sambil banting HP itu cewek.
Ya,
kekuatan cinta. Apapun bisa dilakukan. Dan dia melakukan itu, didepanku,
untukku.
Tahun
keempat ini sepertinya tahun tersulit buatku. Setelah “bermasalah” dengan dua
cewek yang nggak aku kenal, pekerjaanku juga tak mau kalah untuk ikut andil.
Sempat berseteru dengan atasanku sampai akirnya aku memutuskan untuk keluar dan
pulang ke Solo.
Kehilangan
pekerjaan dan lagi, berpisah dengannya.
Hidupku
agak berantakan lagi sampai kemudian aku jatuh sakit. Tapi aku seneng dia
selalu nemenin aku tiap malam saat aku nggak bisa tidur walaupun hanya lewat
YM.
Dua tahun
nggak ketemu. Sampai 7 bulan yang lalu dia memutuskan untuk ke Solo, kembali
membantu usaha kakaknya untuk membuka warnet dan rental computer. Senang,
tapi aku tak mau berharap banyak. Takut dan takut kehilangan lagi.
Masalah
yang mampir tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Mulai dari banyak cewek yang
suka sama dia, sampai masalah kakaknya yang over protective melarang aku
bertemu dengannya.
Pengalaman
membuatku tersenyum melihat semuanya, walaupun hatiku sebenernya sakit banget. Cuman sebulan dia di Solo. Dia bilang, dia nggak
tahan sama kakaknya. Tentunya alasan pertama adalah biar hubungan kita tidak
menjadi berlarut-larut lagi. Karena kita nggak akan pernah lupa ujungnya. Ujung
hubungan ini. Kata temen-temennya dia selalu
bawa gantungan kunci berinisial “N” kemana-mana. Aku sendiripun belum pernah
liat malah.
Sekarang,
hanya foto dia yang aku simpan. Foto setengah badan saat dia memamerkan senyum
terbaiknya, memakai topi dengan gradasi warna Biru tua, biru muda kemudian
putih, memakai T-shirt putih dan jumper warna biru tua. Juga sebuah kaset berisi lagu favoritnya, With
You nya Chrish Brown yang udah entah berapa kali aku repeat malam ini, dikamarku
ini.
Didot, I
misyuu,,kau tak kan pernah terganti…
’Cause if
I got you
I don’t
need money
I don’t
need cars
Girl
you’re my all
And oh,
I’m into you and
Girl no
one else would do
With every
kiss and every hug
You make
me fall in love
And now I
know I can’t be the only one
I bet
there’s hearts all over the world tonight
With the
love of their life who feel
What I
feel when I’m with you, with you, with you, with you, with you… girl
With you,
with you, with you, with you, with you… Oh girl
Hehhheee,,
Yay, finally. I made this story in a night only. My closed friend/
sister/buddy asked me to write her lil part of true life story. I tried to
write as detail as she told me. After i felt OK, I sent to her. She read and
said that this story could be published. She cried and felt satisfied when
reading it. Akkhh, hopefully this doesn’t make you sad, but makes you remember
that you have great stories in your life.
:D
No comments:
Post a Comment